KONFLIK ELIT LOKAL DALAM PEMBENTUKAN PROVINSI IRIAN JAYA BARAT

I. Pendahuluan

Provinsi Irian Jaya Barat berdiri berdasarkan undang-undang nomor 45/1999 tentang Pembentukan Provinsi Irian Jaya Tengah, Irian Jaya Barat, Kabupaten Paniai, Kabupaten Mimika, Kabupaten Puncak Jaya dan Kota Sorong. dan dipercepat dengan inpres nomor 1/2003. Berdirinya provinsi Irian Jaya Barat berawal dari dialog antara tokoh-tokoh masyarakat Irian Jaya Barat dengan Pemerintah Pusat pada tanggal 16 september 2002. Dalam dialog dengan Mentri koordinator Politik dan Keamanan dan Mentri Dalam Negeri, mereka menyampaikan aspirasi agar segera mengaktifkan kembali Provinsi Irian Jaya Barat yang sudah di tetapkan pada tanggal 12 oktober 1999 oleh Pemerintah pusat. Kedatangan para tokoh masyarakat Irian Jaya Barat ini sangat meningkatkannya bergening politik terhadap Pemerintah Pusat. Sehingga diterima oleh Presiden republik Indonesia Megawati Soekarno Putri pada tanggal 21 september 2009. Pemerintah Pusat menanggapi aspirasi masyarakat dengan mengeluarkan Inpres nomor 1 tahun 2003.

Dalam pembentukan Provinsi Irian jaga barat tidak terjadi kekerasan namaun pro dan kontra dikalangan masyarakat. berbeda Pandangan yang ada pada masyarakat dimana pembentukan provinsi ini dilakukan sebagai salah satu cara untuk memperpendek rentang kendali pemerintahan dalam rangka meningkatkan kesejahtraan masyarakat namun disisi lain terjadi kontrafersi dimana diasumsikan bahwa pembentukan provinsi ini seolah – olah untuk kepentingan jangka pendek yakni untuk kepentingan Pemilu 2004.

Pendirian Provinsi Irian Jaya Barat dipengaruhi oleh para elit lokal baik masyarakat maupun DPRD Kabupaten Manokwari. Elit masyarakat terdiri dari kepala kepala suku, organisasi gereja, LSM, Perguruan Tinggi, Aktivis Perempuan, diantara elit elit lokal kepala Suku memiliki peran yang cukup besar dalam membentuk opini masyarakat. Tentunya dengan berbagai karakteristik masyarakat Papua (Irian Jaya barat) yang memiliki 250 lebih suku yang otonom satu dengan yang lain. Peran para kepala suku terutama yang berada di kabupaten Manokwari memberikan pemahaman atau membangun oponi publik sebagai upaya sosialisasi, walaupun demikian kepala suku hanya memiliki peran yang penting hanya pada tingkat masyarakat Adat dan memberikan opini dan sebagai juru bicara yang menyampaikan aspirasi warganya ( juru bicara masyarakat), kemudian Elit Pemerintah Daerah dan DPRD berperan sebagai aktor-aktor pengambilan kebijakan sekaligus sebagai pengontrol pendistribusian sumber daya.

Tanggapan masyarakat terutama Elit lokal terhadap pemekaran provinsi Irian Jaya Barat dapat dikatogorikan terdapat dua sikap yang berbeda yakni ada sebagian elit lokal yang pro terhadap pemekaran tetapi juga ada sebagian elit lokal kontra dengan pemekaran provinsi Irian Jaya Barat. Dari perbedaan pandangan terhadap pemekaran provinsi Irian Jaya Barat ini menjadi suatu wacana serius, karena pembentukan suatu provinsi harus mendapat dukungan penuh dari seluruh komponen masyarakat, dengan demikian proses negosiasi tetap dilakukan antara pihak-pihak yang pro dan pihak-pihak yang kontra terhadap pemekaran terutama para elit lokal. Sikap elit yang menerima dan menolak pemekaran terdiri dari elit Pemerintah dan Elit lokal seperti tampak dibawah ini :

Pada Prinsipnya Pemerintah Kabupaten manokwari dan Provinsi Irian jaya barat mendukung namun pada pada level Elit Lokal terdapat dua kontar versi atar dua kelompok elit yaitu elit lokal yang pro pemekaran adalah : Suku Arfa besar, Suku Ayamaru, Suku Doreri, Media Masa, UNIPA, Ikatan Pemuda Arfak, Mahasiswa. Dan kelompok elit yang kontra terhadap pemekaran adalah Sekolah Tinggi ilmu Hukum manokwari, LP3BH, YPLBC, GMKI, Aktivis Perempuan, GKIT Klasis Manokwari. Dari beberpa Elit lokal yang memangku jabatan sebagai kepala suku adalah juga merupakan pegawai negeri di berbagai instansi termasuk kepala kelurahan.

Orang-orang yang memiliki kemampuan sumber daya manusia adalah orang-orang yang bersal dari kepala-kepala Suku dengan demikian pendistribusian kekuasaan suku-suku besar ini tersebar diberbagai jajaran birokrasi pemerintahan, baik Pemerintahan Provinsi maupun di kabupaten yang mendukung pemekaran provinsi Irian Jaya Barat.

Tokoh utama dari penjuangan pemekaran ini adalah penjabat Gubernur Provinsi Irian Jaya Barat (Abraham O Ataruri) dan Bupati Manokwari (Dominggus Mandacan), ketua Bappeda, kepala – kepala Dinas, Ketua dan wakil ketua DPRD.

Disisi lain pihak-pihak yang menolak pemekaran berasal dari LSM dan gereja Protestan. Tokoh-Tokohnya antara lain Offni Simbiak (ketua GKIT Klasis Manokwari), Sehat Saragih (Ketua YPLBC), Yan Cristian Warinussy ( Ketua LP3BH ) dan A. Dhanie (Aktifis Perempuan). Elit – elit tersebut bekerja pada lapisan Grass roots sehingga pada tingkat tertentu juga menggambarkan aspirasi masyarakat. Pranan mereka juga menyelesaikan konflik baik sesama pemerintah maupun anggota masyarakat.

Dalam tulisan ini juga melihat pemekaran sebagai alat untuk mencegah perkembangan gerakan separatis Papua. Permasalahannya adalah langkah-langkah apa yang harus dilakukan oleh pemerintah pusat untuk menjaga agar pemekaran dapat berjalan secara efektif, sehingga dalam jangka panjang mampu menjaga integritas Papua dalam NKRI ( Negara Kesatuan Republik Indonesia).

Tentunya muncul pertanyaan ada apa dengan pemekaran?, jika hanya mau mencegah gerakan separatis papua yang dikenal dengan OPM guna menjaga integrasi bangsa. Dari pertanyaan diatas ada empat alasan utama untuk mendukung pemekaran, Pertama, Pemekaran dilakukan untuk memperpendek rentang kendali pemerintahan, sehingga mempercepat pemerataan pembangunan. Mempercepat pemerataan pembangunan di perlukan untuk menjawab keterisolasian pada daerah-daerah yang masih terisolir. Dan juga mampu menjangkau kabupaten-kabupaten dan Distrik-distrik, desa-desa, kampung-kampung yang jaraknya sangat jauh.

Wilayah papua yang sangat luas dan sulit dijangkau menyebabkan pelayanan pemerintah tidak berjalan baik terutama disektor kesehatan, pendidikan dan permukiman. Kedua Pemekaran akan memperbanyak jabatan politik seperti Gubernur, Bupati, Kepala Distrik, Kepala kampung, dan jabatan-jabatan strategis lainnya, justru memperkuat kedudukan orang papua sebagai “ tuan” dinegrinya sendiri. Ketiga , untuk memajukan kesejahtraan masyarakat dan memajukan pembangunan ekonomi daerah dan usaha-usah lainnya guna meningkatkan kesejahtraan masyarakat. Keempat, Untuk mempertahankan Integrasi dengan NKRI, yang dengan banyak provinsi maka persatuan dan nasionalisme akan semakin lemah sehingga bisa dipatahkan.

II. Pro dan Kontra Pemekaran Provinsi irian jaya barat

Dinamika politik dalam pembentukan Provinsi Irian Jaya Barat memberikan suatu orientasi nilai yang berarti bagi comunitas masyarakat Papua yang berada di wilayalah provinsi irian jaya barat, tentunya dinamika ini dilandasi dengan berbagai macam kepentingan politik, karena proses pembentukan provinsi ini merupakan rana politik yang harus di cermati secara mendalam. Pembentukan provinsi ini menunjukan bahwa masyarakat papua ingin suatu perubahan, maka muncul beberapa elit lokal yang mendukung pemekaran privinsi, namun tetapi ada sekelompok elit lokal yang memandang bahwa pembentukan provinsi irian jaya barat ini secara tidak langsung membaga orang papua dalam bebarap wilayah politik dan kekuatan oirang papua menjadi tercerai berai dan akan masuklah kekuatan baru yang memanfaatkan situasi ini maka munculnya kontra terhadap pemekaran wilayah.

A. Elit Lokal Pro Pemekaran

Pemekaran provinsi Irian Jaya Barat disambut baik oleh para Elit lokal masyarakat pro-pemekaran. Elit masyarakat pro-pemekaran terdiri dari kalangan kepal suku dan perguruan tinggi. Pemekaran provinsi mempunyai sutu harapan bahwa dengan pemekaran dapat memperpendek rentang kendali pemerintahan dan Pembangunan, guna meningkatkan taraf hidup dan kesejahtraan masyarakat melalui peningkatan Pertumbuhan Ekonomi masyarakat, selain itu mendorong untuk mempererat hubungan persaudaraan melalui pembukaan wilayah-wilayah terisolir sehingga mereka saling kenal-mengenal,membuka jalur daerah-daerah terisolir maka pembangunan ekonomi ke depan akan lebih baik melalui usaha-usaha ekonomi masyarakt guna memperbaikan taraf hidup dan kesejahtraan masyarakat. Mempercepat pemerataan pembangunan di perlukan untuk menjawab keterisolasian pada daerah-daerah yang masih terisolir. Dan juga mampu menjangkau kabupaten-kabupaten dan Distrik-distrik, desa-desa, kampung-kampung yang jaraknya sangat jauh.

Masyarakat dapat terjamaah oleh pendidikan yang layak, mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak, mendapatkan kesempatan untuk memperoleh pekerjaan yang layak, atau menciptakan lapangan kerja baru melalui inverstor yang menanamkan modalnya di provinsi Irian Jaya Barat.

Pemekaran akan memperbanyak jabatan politik seperti Gubernur, Bupati, Kepala Distrik, Kepala kampung, dan jabatan-jabatan strategis lainnya, justru memperkuat kedudukan orang papua sebagai “ tuan” dinegrinya sendiri. Tetapi juga untuk mempertahankan Integrasi dengan NKRI, yang dengan banyak provinsi maka persatuan dan nasionalisme akan semakin lemah sehingga bisa dipatahkan, seberti yang dijelaskan pada halaman pendahuluan. Elit-elit pro – pemekaran mengatakan bahwa pada prinsipnya suatu hal yang mereka kontra terhadap pemekaran adalah mereka masi ingin memperjuangkan kemerdekaan papua. Dengan banyak pemekaran maka lemah gerakan papua merdeka.

B. Elit Lokal Kontra Pemekaran

Kelompok kontra pemekaran terdiri dari kalangan LSM dan Gereja kristen yang juga memiliki pengaruh secara riil pada masyarakat tingkat bawah. Kelompok ini terdiri dari LSM dan gereja Protestan. GKIT Klasis Manokwari, YPLBC,LP3BH,Aktivis Perempuan. Elit – elit tersebut bekerja pada lapisan Grass roots sehingga pada tingkat tertentu juga menggambarkan aspirasi masyarakat. Pranan mereka juga menyelesaikan konflik baik sesama pemerintah maupun anggota masyarakat.

Di akui bahwa pemekaran wilayah akan memperpendek rentang kendali pemerintahan, akan membuka peluang usaha percepatan pembangunan perekonomian masyarakat. Namun demikian pemekaran harus berpijak pada otonomi khusus yang telah ditetapkan dalam undang-undang nomor 21 tahun 2000 agar semuanya dapat berjalan dengan baik sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang OTSUS Papua.

Analisis yang menjadi dasar untuk menolak pemekaran adalah beragam yakni dari aspek hukum, Sosial Politik, Ekonomi dan Sosial Budaya tetapi juga pemekaran wilayan membuat kekuatan orang papua tentang gerakan kemerdekaan menjadi lemah karena terpecah – pecah suatu kekuatan besar.

Disisilain pemekaran wilayah Provinsi Irian Jaya menjadi 3 (tiga) bagian termasuk Provinsi Irian Jaya Barat yang di tetapkan dengan Undang-undang nomor 45 tahun 1999 ini menjadi lemah dasar hukum karena muncul lagi undang-undang nomor 21 tahun 2000 tentang Otonomi Khusus bagi provinsi Papua.

Otonomi khusu adalah merupakan kebijakan resolusi konflik yang merupakam kompromi jalan tengah antara masyarakat papua yang ingin merdeka dengan kepentingan NKRI yang ingin tetap mempertahankan keutuhan wilayah Republik Indonesia, dengan demikian apapun kebijakan pemerintah pusat terhadapa papua harus diletakan pada konteks Otonomi khusus baik mengenai pemekaran maupun tentang persoalan sosial ekonomi dan budara lainnya. Pemekaran maupun kebijakan lainnya hendaknya dilihat secara proprorsional dan aspiratif melalui lembaga aspirasi masyarakat yaitu DPRP dan MRP[1]

Ada semacam motivasi bahwa jika pemekaran tetap dilakukan maka akan muncul kekuatan-kekuatan Elit pemerintah (negarengaa) yang menggagalkan perjuangan Papua merdek, mana kala orang papua akan dikotak-kotakan menjadi bagian yang tidak berdaya (lemah) sehingga sulit untuk memperjuangkan kemerdekan.

III. Konflik elit lokal dalam pembentukan Provinsi Irian Jaya Barat

A. Realalitas Kontekstual

Dalam sejarah panjang orang papua hidup dalam keterbelakangan pembangunan dimana hasil pembangunan senantiasa tidak menyentuh dan merubah posis masyarakat dari berbagai belenggu ketertinggal, kemiskinan dan kebodohan diatas negri yang kaya raya dan menghasilkan emas yang selalu dibanggakan oleh bangsa Indonesia, namun kebanggaan itu tidak memberikan maanfaat yang signifikan terhadap apa yang diamiliki. Sejarah bangsa yang panjang dengan papua (Irian Jaya) telah menghasilkan banyak sesuatu yang patut dibanggakan oleh negara indonesia namun dalam implementasi pembangunan orang papua hanya dipandang dari sebelah mata “ anak tiri pembangunan”. Dari berbagai dilemah dan masalah-masalah mendasar maka munculnya bebarapa gerangkan – gerakan yang dianggab separatis yang di lakukan oleh kelompok-kelompok yang menentang pemerintah Indonesia.

Kelompok-kelompok ini berjuangan dan melawan yang namanya penindasan diatas negeri “ ketertinggalan” dalam berbagai aspek termasuk pendidikan, pelayanan kesehatan, ekonomi, dan pembangunan masyarakat secara holistik, maka adanya upaya-upaya memisahkan diri dari Negara Kesetuan Republik Indonesi ( NKRI) dengan muncul gerakan-gerakan yang disebut dengan gerakan separatis Organisasi Papua Merdeka (OPM).

Organisasi Papua Merdeka yang di singkat OPM saya maknai sebagai suatu fenomena dimana makna OPM sebenarnya Orang Papua Menangis tentunya menjadi pertanya mengapa orang papua menangis? Karena miskin diatas negerinya sendiri yang kaya akan kekayaan alam, mengapa miskin karena hidup dalam kegelapan ilmu pengetahuan, sulit mendapatkan pelayanan kesehatan. Hal ini dapat dikatanakan “kemiskinan struktural”.

Pergerakan ini bukan hanya dilakukan oleh Elit masyarakat lokal masyarakat tetapi ada juga elit lokal yang berada dibirokrasi pemerintahan di papua[2] hanya saja sepintas lalu tidak menampakan dasarnya apa ? karena pasti orang Papua ingin merdeka.[3]

Gerakan Organisasi papua merdeka ini dianggab mengganggu kestabilan negara maka dikeluarkannya Undang-undang nomor 45 Tahun 1999 tentang Pembentukan Provinsi Irian Jaya Tengah, Irian Jaya Barat, Kabupaten Paniai, di ikuti dengan dilantiknya Kabupaten Mimika, Kabupaten Puncak Jaya dan Kota Sorong, dengan melantik Gubernur Herman Monim sebagai Gubernur Irian jaya tengan dan Abraham O Atari sebagai Gubernur Irian Jaya Barat, pelantikan tersebut membuat kontra antara mahasiswa dan sebagian elit masyarakat terhadap sebagian elit masyarakat dan elit pemerintahan, diharapkan kebijakan ini dapat menyelesaikan permasalahan di Papua, namun justru lebih mempertajam permasalahan.

Kemudian di ikuti dengan penerimaan CPNS tahun 2000 dengan istilah Foker 2000 dimana kebijakan pemerintahan Pusat untuk membuka peluang bagi orang papua bekerja di pemerintahan dengan menerima 2000 pegawai.

Pembentukan Provinsi Irian jaga barat tidak terjadi kekerasan namaun pro dan kontra dikalangan masyarakat. Pro dan kontra ini diawali dengan dikeluarkannya undang-undang nomor 45/1999, kemudian atas pertemuan Elit Politik Lokal Masyarakat Irian Jaya barat dengan pemerintah pusat terhadap implementasi undang-undang nomor 45/1999 makan Pemerintah Pusat menanggapi aspirasi masyarakat dengan mengeluarkan Inpres nomor 1 tahun 2003 untuk mempercepat roda pemerintahan di provinsi Irian Jaya Barat. Keinginan kuat elit lokal masyarakat yang pro pembentukan propvinsi ini bertekat kuat agar prose pemerintahan tetap berjalan dan menyelenggarakan pemilu 2004 dengan membentuk Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi Irian Jaya Barat secara devinitif dan pemerintahan yang Devenitif untuk menyelenggarakan pemerintahan yang baik walaupun masih terjadi wacana pro dan kontra, namun pada akhirnya semua menerima keputusan dan kenyataan yang ada.

B. Konsep dan Konstruksi Teori

Pro dan ariabekontra terhadap pembentukan Provinsi Irian Jaya Barat merupakan bagian dari suatu dinamika politik yang tingkat tinggi, dimana berbagai alasan yang dilakukan baik pihak pro maupun yang kontra terhadap pemekaran. Dengan berbagai variabelan yang diambil untuk melihat tingkat kepentingannya telah dilakukan seperti pengukuran sikap terhadap tingkat kepentingan seperti :

Tabel Alasan-alasan Pendukung dan Kontra Pemekaran[4]

Elit dan Sikap terhadap

Pemekaran Papua

Alasan

Variabel Internal

Variabel Eksternal

I. Elit Pemda

Pro-pemekaran

Kepentingan publik (pelayanan) publik, ekonomi, politik dan kepentingan individu ( jabatan politik dan kontrol SDA)

Kepentingan publik (pelayanan) publik, ekonomi, politik dan kepentingan individu (jabatan politik dan kontrol SDA)

Kontra Pemekaran

-

-

II. Elit Masyarakat

Pro-pemekaran

Kontra Pemekaran

Kepentingan publik (ekonomi, Sejarah,pendidikan) dan kepentingan individu (Jabatan politik dan kontrol SDA)

Kepentingan publik (ekonomi, Sejarah,pendidikan) dan kepentingan individu (Jabatan politik dan kontrol SDA)

Kepenting Publik (otonomi khusus, politik, budaya, hukum, HAM)

Kepenting Publik (otonomi khusus, politik, budaya, hukum, HAM)

Sumber Data : Laporan Akhir Penelitian pemantapan implementasi UU No. 45/1999 dalam konteks penyelenggaraan pemerintah dan persiapan pemilu 2004. PPE-LIPPI dan Balitbang Depdagri, 2004

Dari tabel Alasan-alasan Pendukung dan Kontra Pemekaran, dapat dianalisa bahwa variabel-variabel pendukung dalam memberikan opini publik menunjukan suatu dasar yang kuat bahwa pemekaran provinsi menjadi suatu kebutuhan yang mendasar, walaupun disisilain ada kepentingan politik yang bersinegi antara elit pemerintahan lokal dengan elit pusat, seperti yang telah di uraikan pada halaman sebelumnya. OTSUS sebagai jalan tengah menuju perbaikan infra struktur dan peningkatan ekonomi orang papua tetapi itu belum menjamin hal itu dapat terwujud. Langkah yang di ambil untuk mempercepat pelaksanaan undang-undang nomor 45 tahun 1999 adalah merupakan bagian dari komitmen politik sejak jaman Izak Hidum sebagai Gubernur ketika usulan demi usulan namun tidak ditanggapi secara serius oleh elit pemerintah pusat, dengan demikian pemekaran ini bukan sesuatu yang baru dimulai tetapi sudah dilakukan sejak tahun 1980-an bahkan sebelumnya.

Pemekaran Provinsi Irian Jaya menjadi beberapa wilayah provinsi termasuk Provinsi Irian Jaya Barat adalah suatu fenomena yang menarik dimana dilihat dua kekuatan kekuatan elit lokal termasuk pemerintah daerah dan 1(satu) kekuatan Elit pamerintah Pusat dalam menentukan sikap politiknya terhadap pembentukan provinsi Irian Jaya Barat.

Dalam menganalisa pro dan kontra pemekaran wilayah ini terjadi pertarungan antara Elit-elit dalam masyarakat maupun elit yang ada di birokrasi pemerintahan daerah dan pemerintah pusat, dinamika seperti ini menurut Pareto bahwa masyarakat terdiri dari dua kelas, kelas yang pertama adalah lapisan atas yaitu terbagi kedalam elit yang memerintah (governing elite) dan elit yang tidak memerintah (non governing elite), yang kedua lapisan yang lebih rendah yaitu non elit. Pereto sendiri lebih memusatkan perhatian pada elit yang memerintah, yang menurutnya, berkuasa karena bisa menggabungkan kekuasaan dengan kelicikan,yang dilihat sebagai hal yang penting.[5]

Teori ini sangat relevan dengan kedaan sebenarnya elit yang memerintah yakni elit lokal masyarakat seperti kepala-ketu pemerpala suku mempunyai peran yang besar karena ia berada dalam posisi memerintah suatu pemerintahan lokal yang namanya adat sehingga kewenangannya cukup besar untuk memerintah, kemudia elit pemerintah daerah mempunyai kewenagan yang besar juga karena yang berkuasa diatas negeri “ provinsi Irian Jaya Barat” adalah pemerintah yang sedang ada pada waktu itu. Elit Pemerintahan Pusat adalah elit yang mempunyai kekuasaan dan kewenangan yang luas untuk menentukan sikap dan pilihannya. Hal nampak ketika Direktur LP3BH mengatakan bahwa kalau Undang-undang nomor 45 Tahun 1999 ingin diberlakukan lagi, maka undang-undang tersebut harus direvisi terlebih dahulu menyesuaikan ketentuan – ketentua yang telah diatur dalam undang-undang nomor 21 Tahun 2000. Ini perlu dilakukan perbaikan karena undang-undang nomor 21 Tahun 2000 mengatur tentang hal yang baru lagi dari Undang-undang nomor 45 Tahun 1999. Dengan demikian pemekaran yang dilakukan menurut Undang-undang nomor 45 Tahun 1999 adalah menunjukan kuatnya dominasi dan intervensi pemerintah pusat (elit yang berkuasa). Namun jika pemekaran dilakukan menurut undang-undang nomor 21 Tahun 2000 adalah sangat aspiratif didasarkan atas otonomi khusus Papua menunjukan dihormatinya aspirasi masyarakat papua ( harapan elit lokal) yang tidak berkuasa.

Mengenai hubungan Otonomi khusu dan pemekaran terdapat silang pendapat antara elit-elit pro dan konta pemekaran. Kalangan elit Pro-pemekaran mengatakan bahwa Otonomi Khusus di peruntukan seluruh provinsi hasil pemekaran dan provinsi induk. Klausal provinsi Papua berarti seluruh provinsi yang berada di atas tanah Papua. Oleh karena itu menurut kalangan ini ada dua langkah yang harus dilakukan sebagai berikut:

1. Segera dilaksanakan pemilihan anggota DPRD Provinsi – provinsi hasil pemekaran. Sesudah DPRD, maka akan dilaksanakan sidang untuk memilih Gubernur devenitif dan mengubah nama dari Irian Jaya menjadi Papua. Dengan demikian akan muncul banyak provinsi di tanah papua yang menggunakan nama papua seperti papua tengah, papua barat dan lain-lain.

2. Setelah DPRD terbentuk dan Gubernur devinitif terpilih, maka DPRD dan Pemerintah Provinsi hasil pemekaran mendesak pemerintah pusat untuk merevisi Undang-undang nomor 21 Tahun 2000 dengan menggantikan nama Provinsi Papua dengan seluruh Provinsi yang berada diatas tanah papua, dengan demikian seluruh provinsi yang berada ditanah papua hasil pemekaran akan diterapkan Undang-undang nomor 21 Tahun 2000 sebagai provinsi yang menerima Otonomi khusus. Dan revisi Otonomi khususpun diarahkan untuk mendukung pemekaran seperti yang telah diatur dalam undang-undang nomor 45 tahun 1999.

Pendapat yang berbeda diajukan oleh elit kontra pemekaran dengan bertolak dari aspek politik, menekankan bahwa pemekaran wilayah berdasarkan undang-undang nomor 45 tahun 1999 telah ditolakdan oleh masyar untuk menyelesaikakat dan DPRD Papua, sehungga bukan lagi merupakan jalan terbaik untuk menyelesaikan konflik papua. Sementara otonomi khusu adalah jalan tengan atau hasi kompromi antara kepentingan NKRI dan rakyat Papua. Seluruh proses politik di papua termasuk pemekaran harus dilaksanakan dalam kerangka otonomi khusus dengan melibatkan partisipasi masyarakat luas dan mendapatkan persetujuan dari MRP.

Dari Aspek hukum menegaskan bahwa pemekaran dilaksanakan atas dasar undang-undang nomor 45 tahn 1999 berimplikasi bahwa provinsi-provinsi hasil pemekaran tidak mendapatkan Otonomi Khusus karena provinsi papua dimekarkan pada tahun 1999 adalah provinsi Irian Jaya statusnya berbeda dengan dengan provinsi papua yang dimaksud dengan undang-undang nomor 21 tahun 2000. Pemekaran harus bertumpuh pada undang-undang nomor 21 tahun 2000, agar semua provinsi hasil pemekaran dipapua mendapatkan status otonomi khusus.

Pada dasarnya elit yang kontra pemekaran tidak berkeberata dengan pemekaran, namun kata mereka pemekaran itu merupakan kepentingan elit jakarta (pemerintah pusat). Yang menjadi pertanyan pemekaran untuk siapa? Dan ada apa dibalik pemekaran?. Kedua wacana ini terbangun dan jelasnya masing-masing elit akan mempertahankan argumentasinya. Tentunya pemekaran dilakukan untuk kepentingan orang papua guna Kepentingan publik pelayanan publik, ekonomi, pendidikan, kesehatan, politik dan kepentingan individu jabatan politik dan kontrol SDA dan juga untuk kepentingan masyarakat banyak dan kepentingan keutuhan negara kesatuan republik indonesia (NKRI), maka terjadi pertarungan elit lokal terutama elit yang pro dan kontra dan intervensi elit pusat juga menjadi penting ,

Pemekaran provinsi Irian Jaya Barat sebenarnya untuk orang papua secara keseluruhan, dimana tokoh-tokoh organisasi Papua merdeka yang dulunya dengan semangat menperjuangkan merdeka berubah arah menjadi pro pemekaran, dimana para elit ini berasal dari daerah manukwari yang tentunya menginginkan daerahnya dimekarkan. Seluruh orang manokwari dan bebarapa kabupaten yang berada di wilaya Irian Jaya Barat mendukung pemekaran, walaupun sekelompok orang mendukung gerakan merdeka tetapi pro pemekaran tetap berjalan, karena mereka menganggab bahwa dengan pemekaran dapat membawa bawah perubahan dalam pembangunan daerah.

Pemekaran wilayah provinsi Papua baik di tingkatTerkait dengan pemekaran interfensi pemerintah pusat sangat kuat, pemerintah papua berkebratan dan kontra dengan pemekaranaa karena adanya keinginan untuk tidak membagi-bagi kekuasaan sesama orang papua, pemerintahan harus dikendalikan oleh satu pintu yaitu Provinsi Papua dijayapura, namun elit lokal masyarakat dan elit lokal pemerintah daerah Irian Jaya Barat sangat kuat dalam memainkan pran kemudian intervensi elit pusat juga sangat kuat untuk mendukung pemekaran walaupun ada aspek-aspek hukum yang perlu dikaji ulang.

Pemekaran provinsi dan kabupaten juga menjadi tarik menarik di kalangan pro dan kontra. Pemekaran yang dilakukan menurut analisis bahwa dengan melakukan pemekaran di tubuh pemerintah melalui pemekaran wilayah provinsi dan kebupaten di wilayan papua, nantinya akan terjadi juga pemekuaran di tingkat meliter dan kepolisian dimana akan muncul kodam-kodam dan kodim-kodim baru termasuk koramil disetiap daerah pemekaran. Hal ini menjadi ancaman bagi elit-elit politik papua merdeka, yang akan membatasi dan memantau aksi-aksi masyarakat secara langsung.

Namun dengan demikian kuatnya argumen yang dubangun antara pro dan kontra terhadap pemekaran, kekuatan elit yang berkuas mempunyai dominasi kekuasan yang lebih kuat untuk menentukan pemekaran. Kelompok elit yang lain walaupun mempunyai kemampuan argumen yang sesuai dengan aturan-aturan hukum, setiap argumen jangan dilihat sebagai sesuatu yang salah atau benar salah dan benar tetapi semuanya adalah baik tergantung konteks dan makna dari apa yang usulkan dengan tetap mempertahankan OTSUS ataukah pemekran.

Tarik menarik pemekaran ini diletakan pada posisi rana politik sehingga kajiannya semua mengarah kepada kepentinga elit baik elit pro dan kontra di tingkat elit lokal sampai elit pusat. Kekuatan elit pusat mempunya kekuatan karena atas kekuasaannya itulah smengatur segal-galanya dibandingkan deng kelompok elit yang lain seperti yang di tegaskan dalam teori elit “ Teori elit menegaskan misalnya bahwa ialah yang bersandar pada kenyataan bahwa setiap masyarakat terbagi dalam 2 kategori yang luas yang mencakup Sekelompok kecil manusia yang berkemampuan dan karenanya menduduki untuk memerintah, dan Sejumlah besar masa yang ditakdirkan untuk diperintah[6]. Ini menunjukan bahwa sekelompok .kecil orang yang mempunyai sumber daya “elit” mempu mempengaruhi kebijakan dan begitupula sebaliknya sejumlah besarnya masa yang tidak mempunyai kemampuan tentunya pasrah untuk menerima kenyataan walaupun ada sikap yang tidak simpati tetapi sudah ditakdirkan untuk menerima kenyataan.

Terlepas dari kontraversi yang terus menguat antara pemekaran atau status provinsi Mentri Dalam Negeri (Hari Sabarno) melantik Abrahanu Oktovianus Ataruri sebagai Gubernur papua Barat pada bulan november 2003, yang kemudian muncul kritik dari jurubicara DPRD Papua dan pendukung Jaap Salosa. Jhon Ibu mengatakan bahwa pelantikan itu bertentangan dengan Rekomendasi yang dikeluarkan oleh MPR dalam sidang tahunan yang terakhir, dan mendesak pemerintah pusat untuk merbarevisi undang-undang tentang pemisahan papua. Setelah pelantikan Ataruri di jakarta kembali ke manukwari sebagai ibu kota provinsi baru, ditengah perjalanan dari jakarta Ataruri berhenti di Jayapura untuk menyodorkankepada juru bicara John Ibo sebuah pernyataan resmi BIN yang ditanda tangani oleh kepalanya Letnan Jendral Purnawirawan Hendro Priyoirawan, yang isinya berbunyi Ataruri mendapatkan otoritas untuk membangun Irian Jaya Barat.[7] Dilantiknya Ataruri sebagai Gubernur kebanyaakan Elit pemerintah provinsi Papua yakni Gubernur Papua(Jaap Salosa beserta kelompok Sorong “ Ayamaru” , Ketua DPRD Papua John Ibo dan Elit Golkar di tingkat Provinsi Papua semacam kebakaran jenggot, dimana adanya keinginan untuk pemerintahan provinsi hanya terpusat di Jayapura, kekuasaan ditanah papua tidak boleh dibagi-bagikan kepada daerah lain, namun disisi lain Ataruri yang juga merupakan mantan wakil Gubernur bahkan perna bersain bersama Jaap Salosa sebagai gubernur Irian Jaya, semacam muncul sentimen antara satu dan lainnya dan Ataruri ketiga lepas dari wakil gubernur dan Kala dalam pemilihan Gubernur Irian Jaya, sebagai seorang purnawirawan yang energi melakukan upaya pemekaran melalui upaya untuk mengaktifkan kembali Undang-undang nomor 45 tahun 1999. Kemudian Irian Jaya Crisis Centre melakukan loby ke BIN yang melalui kapasitasnya mengirim Surat kepada BIN yang isinya mendesak agar Undang-undang nomor 45 tahun 1999 segera diimplementasikan. Keterlibatan BIN dalam menentukan pemekaran atau pembentukan Irian Jaya Barat sangat kuat, karena hal ini dilakukan untuk kepentingan negara.

Putnam menyatakan bahwa pemimpin-pemimpin militer mungkin mempunyai pengaruh dalam kebijakan pertahanan, tetapi mereka sedikit sekalih pengaruhnya dalam masalah pertanian. Demikian ada pula ada kelompok yang memiliki pengaruh besar dalam bidang yang kecil ruang lingkupnya; dan sebaliknya, ada kelompok yang mempunyai pengaruh tidak begitu kuat dalam bidang yang ruang lingkupnya luas. Adapun benang merah yang dapat ditarik dari pendapat putnam tersebut adalah bahwa elit dengan kekuasaan ditangannya dapat memainkan peran beragam kegiatan diberbagai bidang. Besar kecil peran yang dilakukan dan luas sempitnya bidan dimana kegiatan tersebut dilakukan, tergantung antara lain tergantung kemampuan dan kekuasaan yang ada pada diri elit yang bersangkutan. Elit dengan kemampuan dan kekuasaan yang besar tidak menutup kemungkinan untuk memainkan peran yang lebih berarti pada bidang yang ruang lingkupnya juga luas[8]. Dengan demikian pro dan kontra terhadap pemekaran suatu pertarungan elit dimana keputusan dapat diambil oleh elit yang mempunyai kekuasaan untuk menentukan senada yang sama menurut HAROLD LASSWELL menyebutkan bahwa elite yang paling unggul kedudukannya adalah elite politik; karena dalam lapangan politik keputusan-keputusan disertai dengan sanksi yang paling kuat. Dengan demikian, politik melahirkan keputusan yang otoritatif diantara nilai-nilai yang lain. Karena terkait dengan pemekaran kita berbicara tentang pola kepentingan antara kepentingan masyarakat papua terutama elit birokrasi tetapi juga kepentingan negara dalam hal ini pemerintah pusat, untuk bagaimana mensukseskan kepentingan ini maka harus ada tindakan politik, tindakan politis dapat dilakukan untuk menentukan sikap pilihannya itu ada pada kelompok kepentingan yang mempunyai otoritas, dan mau tidak mau suka tidak suka pasti di terima walaupun ada pihak-pihak yang tidak setuju atau menjadi korban dari politik.

.

IV. Penutup

Daftar pustaka

Haryanto, Kekuasaan Elita, suatu bahasan pengantar, program pasca Sarjana (S2) PLOD

bekerjasama dengan JIP, FISIP-UGM, Jogjakarta,2005

Haryanto, Kekuasaan Elita, suatu bahasan pengantar, program pasca Sarjana (S2) PLOD

bekerjasama dengan JIP, FISIP-UGM, Jogjakarta,2005

Haryanto, Kekuasaan Elita, suatu bahasan pengantar, program pasca Sarjana (S2) PLOD

bekerjasama dengan JIP, FISIP-UGM, Jogjakarta,2005

Haryanto, Kekuasaan Elita, suatu bahasan pengantar, program pasca Sarjana (S2) PLOD

bekerjasama dengan JIP, FISIP-UGM, Jogjakarta,2005

Haryanto, Kekuasaan Elita, suatu bahasan pengantar, program pasca Sarjana (S2) PLOD

bekerjasama dengan JIP, FISIP-UGM, Jogjakarta,2005



[1]. DPRP adalah Dewan perwakilan Rakyat Daerah papua dan MRP adalah Majelis Rakyat Papua yang

merupakan keterwakilan masyarakat papua dari berbagai daerah dipapua dan berbagai golongan

agama dan tokoh masyarakat dan kelompok cendikiawan orang papua.

[2] Elit lokal di birokrasi pemerintaha dipapua adalah orang papua yang bekerja di pemerintahan

[3] . kata merdeka mengandung makna berpisah dari NKRI atau bebas dari penjajahan ekonomi,dan

Pembangunan dan mendapatkan pekerjaan yang layak.

[4] LIPPI, Masyarakat Indonesia, majalah ilmu-ilmu sosial Indonesia Jilid XXX, No.1,2004 ISSN 0125-9989

Halaman 37

[5]. Lihat buku teori politik modern karangan SP. Varma tahun 1982 halaman 200 .

[6] Lihat buku teori politik modern karangan SP. Varma tahun 1982 halaman 197

[7] Jaap Timmer dalam bukunya politik lokal di Indonesia halaman 615 karenagan Henk Scholte dan

Gerri van klinken

[8] Haryanto kekuasaan Elit suatu pengantar cetakan pertama juni 2005, halaman 134-135

Selasa, 09 November 2010

LEMBAGA MASYARAKAT ADAT KABUPATEN KAIMANA ( Suatu Kajian SHADOW PLAYER )


LEMBAGA  MASYARAKAT  ADAT   KABUPATEN KAIMANA
( Suatu Kajian  SHADOW   PLAYER )


A.     Pendahuluan

Shadow Player yang dimaksudkan disini adalah kelompok orang ataupun individu yang menamakan dirinya sebagai Lembaga Masyarakat Adat (LMA). Lembaga Masyarakat adat adalah suatu organisasi lokal yang terbentuk sekitar tahun 1999, organisasi ini  tidak resmi secara hukum namun di akui oleh masyarakat umum terutama di kalangan orang asli papua. Namun pada tahun 2006  organisasi LMA ini mulai melakukan pembenaan  struktur dan dan mulai melakukan upaya pengakuan secara hukum, untuk dianggab sebagai organisasi resmi di tingkat lokal dan dapat di ketahui secara nasional dan internasional. Lembaga Masyarakat Adat ini dibentuka  ketika bergulirnya reformasi dan gesekan arus disintegrasi bangsa mulai mencuat.
LMA ini merupakan kelompok kepentingan yang dapat dikatakan sebagai Shadow Player, dimana tarik menarik kepentingan dan kekuatannya sangat kuat dan berpengaruh baik secara organisasi maupun personal. Hanya saja ada beberapa kelemahan di LMA sendiri dimana harapan pembentukan LMA ini tidak menjalankan tugasnya dengan baik, sehingga ada  kelompok atau individi-individu yang memanfaatkan oraganisasi ini untuk meraih kepentingan tujuan tertentu. Sehingga  kekuatan dan sumber daya organisasi  organisasi ini dimanfaatkan oleh kelompok atau individu yang dianggab mempunya  kekuatan-kekuatan sumber daya yang mendukung.  Untuk melakukan tekanan dan teror – teror kepada pihak – pihak yang dianggab lemah dan  dapat memberikan kontribusi guna mencapai tujuan tertentu sehingga kelompok ini juga bisa di katakan sebagai kelompok Shadow Player.
Shadow Player merupakan suatu kelompok kepentingan yang mempunyai sumber daya (modalitas) kekuasaan yang menyamai kekuatan negara sehingga mampu untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah guna mencapai tujuan tertentu. 

Beberapa kasus yang tejadi di Negara ini melibatkan actor-aktor yang tidak diketahui oleh public secara luas. Banyak hal atau peristiwa melibatkan actor yang ikut serta mempengaruhi kebijakan namun tidak berada dalam struktur jabatan formal. Meraka memiliki pengaruh terhadap arah kebijakan ini memiliki kepentingan maupun mencoba mendapat keuntunga bagi diri sendiri secara perorangan maupun secara kelompok. Pengaruh dan atau kekuasaan yang dimiliki dapat mempengaruhi kekuasaan formal yang ada.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Laswell bahwa kekuasaan adalah kemampuan pelaku untuk mempengaruhi tingkah laku pelaku lain sedemikian rupa sehingga tingkah laku pelaku lain menjadi sesuai dengan keingan dari pelaku yang mempunyai kekuasaan (haryanto:3); Senada dengan Laswell, Dahl mengatakan bahwa kekuasaan adalah kemampuan untuk mempengaruhi dari seseorang kepada orang lain, atau dari  satu pihak kepada pihak lain.
Mencermati konsep kekuasaan sebagaimana yang dikemukakan oleh Laswell maupun Robert A. Dahl dalam konteks Negara. Melemahnya kekuatan atau kekuasaan yang seharusnya dimilki oleh Negara dalam mendistribusikan kekuasaan di “bajak” oleh actor-aktor yang secara kapasitas maupun kapabilitas memiliki modalitas kekuasaan yang menyamai kekuatan Negara. Faktor melemahnya kekuatan Negara[1] ini yang memunculkan kelompok maupun perseorangan yang memanfaatkan kekuasaan formal demi kepentingan pribadi maupun kelompok itu sendiri. Mulai dari mengatur atau mempengaruhi kebijakan yang ada, sampai pada mengatur siapa-siapa saja yang berhak dan layak duduk di dalam posisi-posisi tertentu dalam institusi fomal tersebut. Hal ini yang menyebakan tidak meratanya distribusi kekuasaan yang seharusnya menjadi otoritas kekuasaan formal dan sering menimbulkan konflik antara Negara sebagai kekuasaan formal dengan masyarakat.
Hal menarik yang menjadi fenomena pelemahan Negara oleh actor-aktor di luar institusi formal adalah fenomena di Kabupaten Kaimana “LMA[2]” . Lembaga ini adalah lembaga Masyarakat Adat yang ketika Tahun 2000 – 2007 tidak jelas orientasinya  ketika itu semua orang Papua terutama suku-suku asli Orang Kaimana bisa mengatakan bahwa saya orang LMA  dan siapa saja boleh berbuat atas nama Lembaga Masyarakat Adat. Sebuah nama Lembaga Masyarakat Adat ( LMA ), nama ini sangat  disegani ketika menyebut berasal dari anggota LMA. Mengapa di segani dan dtakuti karena gerakan-gerakan (aksi-aksi) yang membuat orang pada ketakutan “ tertekan termasuk  birokrasi Pemerintahan.
Kelompok ini  mempunyai modalitas yang terbatas dari sisi finansial namum selalu dibekap oleh kelompok – kelompok kepentingan lainnya, yang disis lain kelompok itu juga merasa tertekan ketidak apa yang dilakukan tidak mendapat persetujuan dari Lembaga Masyarakat Adat atau LMA selalui mencari kesalahan-kesalahannya.  Namun disisi lain  dia  mempunyai masa yang banyak, tetapi tidak terorganisir namun secara spontan terlibat  ketika aksi dilakukan, namun pihak Lembaga Masyarakat Adat  tetap  memperhatikan individu-individu  yang terlibat secara langsung dengan kelompok LMA tersebut.
Praktek-praktek premanisme proyek yang dilakukan Individu dengan mengatasnamakan Lembaga Masyarakat Adat terhadap upaya untuk mendapatkan proyek pemerintah, tetapi upaya semacan ini dilakukan dengan menekan pihak pemerintah terutama Instansi terkait, namun proyeknya bukan Individu tersebut yang melaksanakan, proyek tersebut diserahkan kepada pihak ketiga Individu tersebut  mendapat bayaran biasanya 10 – 15 % dari satu proyek.
Lembaga Masyarakat Adat ini mempunyai kekuasaan yang hampir menyamai kekuasaan negara dalam hal ini  pemerintah Daerah. Lembaga ini cukup mempengaruhi sitem birokrasi pemerintah, dimana kelompok ini bisa saja membawa nama kelompok yang kurang lebih 3 sampai 5 orang atau person untuk mempengaruhi pemerintah guna  menentukan jabatan-jabatan dalam birokrasi. Pengisian jabatan birokrasi ini dimaksudkan agar kepentingannya dapat terakomodir dalam sistem birokrasi. Jika orang dan jabatan yang di usulkan tidak terakomodir maka  tindakan kekerasan dilakukan dan memberikan presure terhadap sistem birokrasi.
Dikatakan sangat mempengaruhi birokrasi dimana pada penerimaan dan pendaftaran calon pegawai  negeri dikabupaten kaimana, keleompok LMA menempati meja nomor urut 01 untuk menyeleksi berkas calon pendaftar pegawai negeri sipil, jika bukan orang asli kaimana maka , berkas tersebut dikembalikan atau berkas  disimpan di tempat yang terpisah bahkan diancan jangan ukut sekesi ini bukan daerahkamu.
Anggota Lembaga Masyarakat Adat ini sebenarnya  berasal dari  mereka-mereka yang dulunya pegawai negeri sipil kemudian masuk masa purna bakti (pensiun) tetapi juga ada pegawi-pegawai aktif  yang sebenarnya menurut aturan sangat menyalahi aturan kepegawaian, tetapi mereka juga terlibat baik secara kelompok maupun individu dengan tidak merasa  sebagai pedulu  dengan senang hati  ikut mempengaruhi sistim birokrasi pemerintahan.
Melihat fenomena tersebut di atas, sangat merugikan pemerintah tentunya adalah masyarakat pada umumnya. Hal ini dapat dipahami karena dengan bekerjanya bentuk-bentuk premanisme proyek, transparansi dan akuntabilitas menjadi sangat rendah.

B.     Actor

Yang dimaksud dengan actor  dalam shadow Player adalah  para kelompok  kepentingan yang mempunyai modalitas yang sama bahkan lebih dengan pemegang kekuasaan,yang dimaksud dengan modalitas dimana actor kepentingan ini mempunyai modalitas yang mampu mempengaruhi kebijakan sepert modalitas Politik, Ekonomi, Symbolis, Budaya, Kekuasaan Formal dan memiliki alat kekerasan (preman). Dalam hal ini lembaga Masayarakat Adat ( LMA)  baik secara instutusi  maupun kelompok nonformal maupun individu. Mengapa dikatakan sebagai kelompok nonformal keran ada individu-individu diluar instritusi LMA  bergerak atau melakukan penekanan-penekana  dan kekerasan dengan mengatasnamakan Lembaga Masyarakat Adat.

C.   Ruang lingkup sadow player

Dalam  membahas dan menkaji  Shadow Player, maka yang menjadi  Ruang lingkup dalam pembahasan ini adalah tentang kepentingan Ekonomi dan kesejahtraan yang tentunya tidak terlepas dari rana Politik. Yang dimaksud dengan kepentingan ekonomi dan kesejahtraan melalui upaya untuk memperoleh sesuatu dari penguasa dengan melakukan kekuatan dan kekerasan terhadap negara dalam hal ini pemerintah yang berkuasa. Disisilain mereka atau kelompok ini juga mempunyai kekuasaan dilihat dalam wilayan adat (lokal) karena mereka ini terbentuk berdasarkan kepentingan daerah, hanya saja salah difungsikan apa yang menjadi fungsi sebenarnya, Karena mereka mampu mempengaruhi orang lain termasuk birokrasi pemerintah dan apa yang menjadi keinginannya dapat dijawab oleh pemerintah.

D.     Pola  kepentingan dalam kekuasaan

Shadow player lebih mimiliki kepentingan secara ekonomi,dimana para “pemain” ini sangat memerlukan kekuasaan formal guna melindungi asset dan imperium dari kegiatan ekonomi yang dikuasainya. Sebisa mungkin kepentingan dari para actor yang berada diluar institusi formal maupun yang ada didalamnya (actor shadow player yang juga berada dalam institusi formal). Terakomodir dengan baik oleh kekuasaan formal. Kepentingan dari shadow player tereduksi dengan kebijakan yang dilakukan oleh kekuasaan formal guna mengamankan asset yang dimiliki.

Kedekatan para actor ini dengan kekuasaan menjadikan mereka sangat mudah ikut mempengaruhi kebijakan maupun arah dari kekuasaan formal. Sebagai contoh Anggodo yang ikut mengatur agenda setting untuk menumbangkan bahkan menjatuhkan pejabat dan atau birokrat yang dianggap mengganggu atau tidak sejalan dengan kepentingannya. Namun disisi lain kelompok penekan  ini juga mempunyai kekuasaan untuk mempengaruhi kelompok yang lain, kekuasaan ini tidak bersifat formal namun tindakan mereka seakan-akan  merekalah yang berperan atau berkuasa diatas negeri ini. Bagaimana kemampunan mempengaruhi orang atau kelompok lain agar mereka tetap mengikuti apa yang diperintahkan. Seperti dijelaskan bahwa kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau kelompok untuk mempengaruhi prilaku seseorang atau kelompok lain, sesuai dengan keinginan para pelaku[3]. Ini juga merupakan Rana Politik karena upaya yang dilakukan adalah bagian dari politik. Politik  seringkali di indikasikan dengan kemampuan mempengaruhi orang lain.
Antara kekuasaan disitulag terjadi  timbal balik  kepentingan dan dimana para actor dengan kekuasannya dan mendekatkan diri dengan dengan organsasi yang menentukan kebijakan melakukan upaya-upaya negosiasi guna mencapai suatu kesepakan yang tentunya dapat memberikan keuntungan dipihak aktor-aktor Shadow  Player. Keuntungan ini terutama bagi kelompoknya maupun secara pribadi terutama keluarganya yakni dimana dapat memberikan peluang kerja bagi anak-anaknya, setelah komunikasi dilakukan dilanjutkan dengan upaya – upaya untuk  menekan pemerintah terutama person yang bersangkutan.

Adapun hal lain yang dilakukan seperti hal yang dilakukan oleh kelompok atau individu yang mengatasnamakan Lembaga Masyarakat Adat. Pada Tahun 1999 – 2004,aktor – aktor  ini memainkan peran yang cukp besar dalam mempengaruhi masyarakat maupun pemerintah. Ada masa dimana mereka tidak memperdulikan lagi pemerintah dimana  ketika pihak perusahan “ HPH”  yang mereka actor ini mencari dengan sendirinya  dan menyuruh perusahaan HPH bekerja di arealnya tanpa mengkordinasikan dengan pihak pemerintah. Ada beberapa perusahaan Ikan maupun kaya yang kemudian  setelah di AMDAL  tidak layak  namun kelompok yang mengatasnakan LMA mengatakan Pemerintah Punya Barangka “ bukan pemerintah punya wilayah”  itu wilayah masyarakat adat dan mau tidak mau suka tidak suka tanpa ijin pemerintah perusahan LMA  perintahkan untuk beroperasi.

E.     Pengaruh dan dampak shadow player

Kekuatan  kelompok kepentingan  yang mempunya sumber-sumber daya kekuasaan atau dapat disebut juga sebagai Kelompok kepentingan yang dapat menyaingi Negara dalam mempengarhi kebijakan Pemerintah antara lain :
-                 Menentukan pendistribusian Sumber Daya Manusia Aparat Pemerintah dalam jabatan struktural di Pemerintah.
-                 Ppelaksanaan kegiatan         pembangunan terutama proyek-proyek pembangunan yang di kelola oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah kelompok ini mampu mempengaruhi dan menentukan Calon Pemenang dari Kegiatan yang di Tenderkan.
-                 Kemampuan Membangun Hubungan yang solit antara berbagai komponen termasuk membangun mitra kerja yang strategis dengan Pemerintah baik secara lokal, Nasional dan Global.
-                 Memiliki Demensi Sumber Daya Politik , Ekonomi dan  Arena  yang memungkin untuk memainkan perannya dengan berbagai kekuatan yang dimilik.

Sangat jelas sekali bahwa keberadaan shadow player ini akan mengganggu stabilitas pemerintahan sehingga kerja-kerja pemerintah tidak bisa efektif dan efisien. Pengaruh yang lebih berbahaya lagi adalah negara berjalan bukan karena konstitusi yang sudah disepakati, melainkan negara menjalankan fungsinya untuk kepentingan sekelompok orang (shadow player).
Hal ini dilakukan karena kelompok ini mempunyai kekuatan yang besar untuk mempengaruhi negara dalam kajian ini kekuatan untuk mempengaruhi sistim birokrasi pemerintah daerah Kabupaten Kaimana. Kekuatan (strenght) menurut Arendt, merupakan sifat atau karakter yang dimiliki setiap obyek  atau individu. Pada hakekatnya kekuatan berdiri sendiri, namun keberadaan kekuatan dapat dilihat dari relasi antara obyek atau individu terkait dengan pihak atau orang lain. Karena itu kekuatan dapat di pengaruhi. Individu yang sangat kuat pun dapat terpengaruhi oleh pihak lain. Pengaruh yang masuk terkadang tampak seperti ingin memperkuat individu yang bersangkutan, namun sesungguhnya memiliki potensi melakukan pengrusakana terhadap kekuatan (Arendt, 1970:44)[4]
Eksistensi negara menjadi sangat lemah, dan menimbulkan distrus dalam masyarakat. Perlakuan dan pelayanan yang tebang pilih, kedudukan yang tidak sama dihadapan hukum. Kekuatan dan kekuasaan actor-actor ini sulit di jebak dalam hukum, kalaupun ada dibiarkan saja, dimana pihak keamanan juga tidak mampu untuk menanganinya.
Actor – actor shadow player  ini dapat juga dikatakan sebagai suatu kelompok elit dalam masyarakat. Actor-actor ini sebenarnya  dapat di katakan sebagai Elit  Lokal  Gadungan  muncul ketika reformasi dimana adanya suatu komunitas, dari yang besar hingga yang paling kecil, memiliki cara beragam untuk mengelola relasi kuasa di dalamnya. Beberapa komunitas memiliki pola hubungan pemimpin-pengikut yang sentralistik dan otoriter; komunitas lainnya mungkin memiliki struktur kuasa yang lebih menyebar, dengan pola pengambilan keputusan ‘dari-oleh-untuk rakyat’ yang kerap disebut sebagai pola pikir dasar demokrasi itu. Suatu entitas politik bisa kita sebut ‘demokratis’, ‘otoritarian’, ’semi-demokratis’, dst, berdasarkan ragam relasi kuasa itu[5].
Apapun pola relasi kuasa yang ada dalam suatu entitas politik, semuanya memiliki satu kesamaan, yakni adanya sejumlah besar pengikut di satu sisi, dan sejumlah kecil orang yang berkuasa di sisi lain. Dengan kata lain, selalu ada massa, dan ada pula elit dalam suatu komunitas.
Actor-actor  ini adalah suatu kelompok maupun person elit yang mempunyai modalitas dan kekuasaan untuk mempengaruhi orang atau masyarakat yang namanya masa dan mempengaruhi sistem-sisten pemerintahan “Negara” Actor-actor ini selain mempengaruhi  birokrasi pemerintahan dapat juga mempengaruhi  kelompok elit masyarakat lainnya dengan melakukan tekan-tekanan dan teror terhadap kelompok elit yang lain. Kelompok ini sangat disegani karena mempunyai masa yang besar, sebenarnya modalitas ekonomi” Uang” sangat terbatas namun actor-actor ini mempunyai kekuatan-kekuatan yang sungguh meresahkan.
Ada semacam  ketakutan pemerintah, karena actor-actor ini memiliki informasi mengenai baik dan buruknya kinerja pemerintah baik secara kelembagaan maupun personal, dengan demikian upaya dari Shadow player (aktor-aktor) ini tidak mendapatkan perhatian yang serius dari pemerintah maka kebobrokan pemerintah secara  institusi maupun person akan di suarakan di kalayak ramai dan itu akan mengganggu roda pemerintahan dan merusak citra Individu – individu tertentu sebagai Elit Lokal birokrasi yang dapat di katakan sebagai publik figur.

F.     Kesimpulan
Kelemahan fungsi pemerintah merupakan kekuatan bagi Shadow Player untuk memasuki rana-rana pemerintah daerah. Kekuatan sumber-sumber daya yang dimiliki  shidow player membuat pemerintah daerah tidak berdaya  saat berhadapan dengan shidow player, sehingga shadow player dapat mengendalikan kebijakan pemerintah yang dapat memberikan keuntungan sebagaimaa yang diharapkan. Akibat dari semua ini membuat kebijakan pemerintah tidak lagi berpihak pada masyarakat banyak.
Pada wilayah pemerintahan, kadangkala intervensi actor ini dalam menentukan kebijakan pembangunan, sehingga tanpaknya program pembangunan bukan didasarkan oleh kebutuhan dasar masyarakat tetapi ditentukan oleh kelompok-kelompok kepentingan yang memanfaatkan kelemahan negara ( pemerintah daerah) untuk memperoleh keuntungan yang diharapkan.
Kepentingan actor, selalu mengatasnamakan masyarakat dalam memainkan peran, namun sebenarnya upaya yang dilakukan adalah untuk kepentingan dirinya atau kelompoknya, guna memperoleh keuntungan ekonomi yang banyak.






Daftar  Pustaka

Budihardjo Miriam,   Dasar-daslitik  ilmu politik, Jakarta PT. Gramedia
                                  Pustaka Utama,  2007
Varma.SP,     Teori politik modern,    Jakarta PT.Rajagrafindo Persada, 2007
Pitaloka Diah Rieke,         Kekerasan negara menular ke masyarakat,
                                         Yogyakarta Galang Press,.2004
Makalah kelompok IV,  seminar dan Diskusi Politik Intermediari kajian Shadow
                                      Palyer, kelas PLOD Angkatan XIX, 2010
















       [1] kekuatan negara yang dimaksud adalah organisasi pemerintah yang bekerja menjalankan
        fungsi- fungsi negara
      [2] LMA adalah lembaga masyarakat adat yang dibentuk oleh masyarakat adat  untuk mengakomodir
       Kepentingan masyarakat
       [3]  lihat  buku Meriam budiardjo, dasar-dasar ilmu politik, tahun 2008  halaman 18
       [4] Rieke Diah Pitaloka  kekerasan negara menular ke masyarakat, Galang Press,2004 hal 60
       [5] Abdul Gafar Karim, materi kuliah teori politik, S2 PLOD - UGM

Tidak ada komentar:

Posting Komentar